FanFict “Iaokim” #7


Iaokim 2

Iaokim #7

Author : Arni Kyo

Main cast : Luhan | Park Yeonsung (OC)

Support Cast : Park Jihoon | Ha Minho | Park Yunbi | Im Youngmin | Jang Yongjoon | Kim Minseok | Oh Seungri Others

Genre  : Romance, School Life, Sad

Length : Multi Chapter

Chapter 1, 2, 3, 4, 5, 6

 

~oOo~

Selembar roti bakar diapit diantara giginya ketika Yunbi sibuk memasang sepatu didepan pintu rumahnya. Ia ingin pergi lebih awal hari ini, setelah menghabiskan segelas susu hangat, ia hanya mengambil roti yang sudah disediakan oleh pelayan rumahnya.

Klik

Yunbi membuka pintu rumahnya. Tapi… “Yunbi’ah, tunggu. Biar kuantar”. Suara Jinyoung membuat Yunbi berhenti sejenak. Lalu ia menoleh dan menemukan Jinyoung sedang sibuk memakai jaketnya.

“kenapa? Tidak perlu”.

“ey, ayo ayo kuantar”.

Jinyoung memakai sepatunya dengan cepat. Kemudian ia mendorong Yunbi keluar dari rumah. Yunbi sedikit malas karena Jinyoung pasti akan bertanya lagi soal kasus Yeonsung. dengan susah payah ia menghindari Jinyoung.

Mulut Yunbi terus mengunyah, sengaja mengunyah dengan lambat agar Jinyoung tidak mengajaknya mengobrol. Sambil melihat keluar jendela ia menikmati sarapannya dalam perjalanan kesekolah.

“soal tugas akhir ku, aku sudah menemukan kasus lain”. Ujar Jinyoung memulai percakapan.

“benarkah? aku bersyukur kau bisa menemukan kasus lain”.

Jinyoung berdehem. Karena sedang menyetir, jadi ia tidak memperhatikan dengan seksama wajah Yunbi ketika menanggapi perkataannya. Mobil yang ia kendarai berhenti dilampu merah.

“kau lega sekarang? Aku tidak akan menanyaimu lagi soal kasus temanmu”.

“tidak juga, sih”.

“ey, berhentilah bersikap dingin padaku. Kau ini benar-benar gadis kejam”. Jinyoung menusuk-nusuk wajah Yunbi, gemas.

oppa!”.

“apa?”.

“tidak”.

Dalam hati Yunbi sungguh merasa lega. Entah dari sisi mana ia merasa lega. Karena Jinyoung tak akan menanyainya lagi atau karena Jinyoung akhirnya bisa menyelesaikan tugas akhirnya? Entahlah.

Yunbi mengalihkan pandangannya lagi. Dipinggir jalan, tepat didekat tiang lampu merah. Ia melihat seorang gadis. Berambut coklat panjang, mengenakan dress selutut berwarna merah muda dengan tas selempang yang ia taruh ke sisi depan dan Cello dipunggungnya. Yeonsung berdiri seperti patung sambil menatap lampu merah yang menyala diseberang jalan.

Mata Yunbi membelalak. Ia tidak mungkin salah lihat. Apa yang Yeonsung lakukan disana? Batinnya. Yunbi hendak membuka seatbelt nya sebelum ia sadar jika Jinyoung bersamanya kini. Yunbi mengurungkan niatnya.

Namun tubuhnya tak dapat berbohong, Yunbi duduk dengan gelisah. Berharap Yeonsung tidak menyebrang jalan ketika lampu hijau menyala.

Mobil Jinyoung kembali melaju ketika lampu hijau menyala. Yunbi terus melirik kearah Yeonsung berdiri. Memastikan gadis itu tetap disana.

“ada apa? kau aneh”. Tanya Jinyoung, rupanya ia sadar jika Yunbi menjadi aneh.

“ah, tidak”. Jawab Yunbi seadanya. Ia bersyukur ternyata Yeonsung tidak menyebrang, meskipun ia penasaran mengapa gadis itu hanya berdiri seperti orang tersesat dipinggir jalan.

“kau benar-benar tidak tahu dimana dia?”. Tanya Guru Lee pada Yunbi. Ia sengaja memanggil Yunbi kekantor untuk menanyai keberadaan Yeonsung yang sudah hampir seminggu tidak masuk sekolah.

Yunbi mengigit bibir dalamnya, tadi pagi ia melihat Yeonsung dilampu merah. “aku tidak tahu, saem”. Jawab Yunbi.

aigoo ~ susah sekali karena ia tak punya teman dekat selain kau”. Gumam Guru Lee sambil membuka laci mejanya. Ia mengeluarkan sebuah amplop dari sana. “jika kau bisa berikan ini padanya atau walinya”.

Guru Lee memberikan amplop tersebut pada Yunbi. Gadis itu menatap amplop yang disodorkan padanya, perlahan Yunbi mengambil amplop itu lalu membungkuk pada Guru Lee. “ne, saem”.

“sudah, kembalilah kekelasmu”.

Seungri menyandarkan punggungnya ke dinding dengan kedua tangan disimpan dalam saku celana. Ia tengah menunggu Yunbi keluar dari ruang guru. Beruntung ia sempat melihat gadis itu ketika hendak pergi keruang guru.

Pintu ruangan terbuka, Yunbi keluar dari sana. Yunbi kembali menutup pintu dan ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu. Namun Seungri menghentikannya. “Park Yunbi”.

Sontak Yunbi menoleh. “wae?”.

“Yunbi, Yeonsung dimana?”.

Yunbi mengerutkan keningnya. Tak suka. Ia benar-benar tidak suka ketika ada orang yang menanyaikan padanya tentang Yeonsung. Apapun itu. Siapapun dia. “aku tidak tahu”.

“dia baik-baik saja, kan?”.

“jika kau ingin tahu, mengapa tidak mencari tahu sendiri? Kau benar-benar mengganggu”. Desis Yunbi. Tak ingin membuat keributan yang akan mengundang perhatian para guru didalam.

“aku pergi kerumahnya, namun tak ada orang. Aku juga menghubunginya, tapi ia tidak merespon”.

“menyerah saja. Lagipula, kau siapa? Mengapa sangat peduli padanya?”.

Seungri mencelos. Perkataan Yunbi memang ada benarnya. Siapa Seungri? Mengapa Seungri sangat baik dan peduli pada Yeonsung? padahal Seungri termasuk murid baru disekolah ini. selagi Seungri diam karena perkataan Yunbi, gadis itu memilih untuk pergi.

Kepulan asap kecil keluar dari api pembakaran kertas.

Jihoon membakar amplop yang seharusnya disampaikan pada Yeonsung ataupun walinya, sedangkan Yunbi hanya berjongkok sambil melihat api itu melalap kertas. Setelah kembali dari ruang guru, Yunbi langsung meminta Jihoon untuk bertemu dibelakang gudang.

“semuanya akan baik-baik saja, kan? Seperti yang kau katakan diawal”. Ujar Yunbi dengan suara lirih hampir tak terdengar.

Amplop itu dijatuhkan ketanah oleh Jihoon, membiarkan api melalapnya hingga hampir dan menjadi abu. Jihoon menoleh dan menatap Yunbi. “ya, semua akan baik-baik saja”.

“bukanlah lebih baik jika Yeonsung keluar dari sekolah ini?”.

“tentu saja. Kupikir akan lebih baik jika dia keluar dari sekolah”.

Yunbi mengangguk pelan. Yang ia inginkan hanyalah Yeonsung dikeluarkan dari sekolah ini. sejak kejadian waktu itu, sebenarnya Yunbi ingin meminta agar Yeonsung pindah sekolah. Tapi, ternyata untuk mencoba berbicara – bahkan sekedar menyapa Yeonsung terasa begitu sulit. Beberapa kali suaranya tercekat dileher.

Jikapun Yeonsung dikeluarkan dari sekolah, Yunbi pasti akan membantunya untuk menemukan sekolah baru.

“tadi pagi aku melihatnya”.

“siapa?”.

Jari telunjuk Yunbi terulur menunjuk amplop yang sudah menjadi abu. “orang yang harus menerima ini”.

“kau melihatnya dimana? Dia baik-baik saja? Apa dia juga melihatmu?”. Jihoon menghujani Yunbi dengan pertanyaan. Yunbi malah menoleh dan menatapnya tanpa menjawab. “k-kenapa? Yunbi’ah”.

“aku tidak tahu”.

Mendengar jawaban itu, Jihoon memilih untuk tidak bertanya banyak hal pada Yunbi. Gadis ini tidak seperti saat pertama ia bertemu dengan Yunbi. Seperti bunga sakura yang baru mekar menyambut musim semi, Yunbi begitu ceria dan bersinar. Tetapi sekarang… Jihoon tak tahu harus bagaimana mengatakannya.

Bukan hanya Yeonsung, tetapi Yunbi juga sama. Menjadi lebih diam dan tidak suka berbicara banyak dengan teman-temannya.

Langkah kaki beriringan berjalan menapaki aspal. Yeonsung dalam perjalanan kembali kerumahnya. Setelah seharian ini ia pergi bersama Yongjoon. Ya, bersama Jang Yongjoon. Bahkan sekarang Yongjoon mengantarnya pulang dari halte hingga ke depan rumah. Tak lupa ia juga membawakan Cello milik Yeonsung dipunggungnya.

Yeonsung menghentikan langkahnya ketika sampai didepan pagar rumahnya. Ia berbalik menghadap Yongjoon.

“terima kasih sudah menemaniku hari ini”.

“tidak. Terima kasih telah mengijinkan aku menemanimu hari ini”. ujar Yongjoon diiringi seringaian khasnya.

Yeonsung menunjuk Cello yang masih berada dipunggung Yongjoon. Untunglah Yongjoon peka dan menurunkan Cello itu dari punggungnya dan memberikannya pada Yeonsung. “aku masuk dulu”. Pamit Yeonsung.

“tunggu, tidakkah kau lupa sesuatu?”. Tanya Yongjoon, membuat orang yang ditanyai kebingungan. Yeonsung memutar matanya, berpikir apa yang ia lupakan?

Saat itu pula Yongjoon melangkah mendekati Yeonsung. tangannya mengusap rambut Yeonsung dari ubun-ubun. Kemudian ia mengangkat wajah Yeonsung dengan jemarinya yang berada didagu gadis itu.

Selalu.

Tubuhnya selalu lumpuh ketika saat seperti ini terjadi. Ia merasa benar-benar kesal dan marah, mengapa tubuh dan otaknya tidak sinkron lagi.

“Yeonsung”. panggil seseorang dari arah belakang Yongjoon.

Syukurlah.

Orang itu telah menyelamatkan Yeonsung. menyadari ada orang disana, jelas saja Yongjoon mengurungkan niatnya. Tadinya ia ingin mencium gadis itu. Dan sekarang ia hanya bisa menggumamkan kata-kata kotor karena kegiatannya diganggu.

Yeonsung menengok kebelakang Yongjoon. Chanyeol berdiri tak jauh dari mereka, kaki panjangnya mulai melangkah mendekat.

“apa yang kau lakukan diluar rumah?”. Tanya Chanyeol. Matanya menatap Yeonsung dari atas hingga kebawah. “apa kau baru pulang?”.

oppa, kenapa kau kemari?”.

oppa?”. Gumam Yongjoon. Iapun menatap Chanyeol dari atas hingga kebawah dengan remeh.

wae? Apa aku tak boleh pulang kerumahku? Katakan padaku, siapa orang ini dan apa yang akan kalian lakukan? Huh? Berciuman?”. Chanyeol mulai menginvestigasi adiknya, bahkan ia tak bisa mengendalikan nada bicaranya hingga terkesan seperti sedang marah.

Yeonsung melirik Yongjoon sejenak, sangat nampak jika ia tak suka dengan kehadiran Chanyeol disini. “apa kau perlu sesuatu? Jika tidak, pergilah”.

“kau mengusirku? Astaga! Kau – ya! Park Yeonsung, kau marah padaku karena kejadian waktu itu? Kenapa kau bersikap seperti anak kecil?”.

“ya ~ tidak usah memarahinya seperti itu. Memangnya mengapa kalau Yeonsung memang baru pulang dan kami akan berciuman? Meskipun kau saudara kandungnya, kurasa itu bukan urusanmu”. Yongjoon jengah, ia membalas perkataan Chanyeol dengan sinis.

Chanyeol membelalakan matanya, terkejut karena Yongjoon berani menjawab ucapannya. “apa katamu? Apa kau pacar Yeonsung? dari penampilanmu sepertinya kau bukan anak baik-baik, karena itulah ini juga urusanku”.

“aish… brengsek”. Desis Yongjoon tanpa melihat kearah Chanyeol.

“kau mengumpat padaku? Kau ingin kuhajar”.

“ya, ya, hajar saja”.

“hentikan!”. Pekik Yeonsung. baru saja Chanyeol akan melayangkan sebuah pukulan kewajah Yongjoon, Chanyeol menurunkan kembali tangannya. “Park Chanyeol, dakka juseyo”.

“Yeon’ah”.

kkaseyo”.

“tapi –“.

“kalian berdua, kumohon pergilah”.

Tanpa menunggu kedua orang itu beranjak dari sana. Yeonsung meninggalkan mereka. Ia menggembok pagar rumahnya lalu masuk ke dalam rumah. Chanyeol tak bisa menghentikan adiknya. Hanya bisa memandang pintu rumah yang sudah tertutup itu.

Hari ini untuk pertama kalinya setelah seminggu ia tidak masuk sekolah. Yeonsung kembali menapakan kakinya ke sekolah. Kaki kanannya melangkah masuk ke dalam gerbang. Lalu ia mengangkat kepalanya, menatap gedung sekolah yang terlihat lebih tinggi sekarang.

“sekarang sudah tidak apa-apa, kembalilah ke sekolah”.

Kata-kata Yongjoon kembali terngiang ditelinganya. Bukan kebiasaannya membolos dari sekolah sama berhari-hari, tapi mau bagaimana lagi? Yeonsung merasa depresi setelah apa yang ia alami. Ia bukan tidak ingat malam saat ia – dengan bodohnya – datang ketempat karaoke dan disuguhi beer.

Luhan melihat ketika Yeonsung berjalan dari gerbang, melewati lapangan menuju gedung sekolah. Tanpa ia sadari senyuman mengembang diwajahnya. Luhan sudah memutuskan akan menyambut kedatangan gadis itu di depan koridor. Maka ia berlari menuju lantai dasar.

“kau sekolah hari ini, mengapa tidak memberitahuku?”.

“aku tidak tahu jika aku harus memberitahumu”.

Langkah Luhan terhenti. Senyuman diwajahnya menghilang. Melihat Yongjoon dan Minho lebih dulu menyambut Yeonsung dilobi bawah.

Apa yang Yeonsung lakukan bersama kedua orang itu?

Mengapa mereka terlihat akrab?

Apa yang telah terjadi yang tidak Luhan ketahui?

Pertanyaan-pertanyaan bermunculan dibenak Luhan. Ia tak ingin menduga sendiri jawaban dari pertanyaan tersebut. Lantas Luhan mendekati ketiga orang yang mulai bergerak untuk pergi.

“Park Yeon”. Panggil Luhan.

Yeonsung menoleh ke sumber suara. Luhan sudah berada dihadapannya dengan wajah penasaran. “Luhan, kebetulan kau ada disini. Aku hanya ingin memberitahumu jika sekarang aku dan Yeonsung resmi menjalin hubungan”. Ujar Yongjoon.

Bahkan Minho terkejut mendengar ungkapan tersebut. Meskipun Minho ikut andil dalam rencana Euina, tapi ia tidak tahu jika Yongjoon harus berpura-pura berpacaran dengan Yeonsung. Euina hanya menyuruh untuk mengerjai gadis itu setelah membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri.

“apa? kau dan dia?”. Luhan menunjuk Yongjoon dan Yeonsung bergantian.

“ya, tentu saja, kami”. Jawab Yongjoon dengan santai ia merangkul bahu Yeonsung.

“Park Yeon, katakan kebenarannya padaku”.

Yeonsung didesak oleh Luhan untuk memberitahu yang sebenarnya terjadi. “ne, itu benar”.

Tak pelak jawaban Yeonsung membuat Yongjoon tersenyum puas. Bahkan Minho yang tidak tahu apa-apa pun ikut puas.

“Park Yeon”. Luhan meraih tangan Yeonsung. merasa tak percaya, karena Yeonsung menjawab tanpa menatap Luhan.

“ya! dia pacarku, bukan gadis untuk ‘dipakai’ bersama”. Yongjoon menepis tangan Luhan dari Yeonsung. “cih… ayo pergi”.

Luhan mencelos. Saat ia hanya bisa memandangi ketika Yongjoon membawa Yeonsung pergi bersamanya. Jika saja. Oh – jika saja Luhan tidak keras hati dan bersabar ketika Yeonsung menyuruhnya menjauh. Sekarang ia tidak tahu harus melakukan apa. mengadu pada teman-temannya yang lain?

Mereka mungkin tak mau membantu lagi, mengingat Luhan mengkhianati keputusannya sendiri untuk membantu Yeonsung. karena harga dirinya terlalu tinggi. “sudahlah, Lu. Biarkan saja jika memang ia akan bahagia bersama Yongjoon”. Luhan menasihati dirinya sendiri.

Dalam perjalanan pulang kerumahnya, Yeonsung menyandarkan kepalanya ke jendela bus. Menatap lampu-lampu yang bersinar memenuhi kegelapan dari kejauhan. Ia menyunggingkan senyuman penuh arti. Pembullyan terhadap diriya berakhir. Yeonsung bersembunyi dibalik Yongjoon, berpihak pada Euina.

Tak tahu harus menyesal atau bersyukur.

Bahkan seorang Luhan tak bisa menghentikan pembullyan yang terjadi padanya.

“tentu saja, hanya orang yang meracik racun yang memiliki penawarnya”. Ucap Yeonsung pelan.

Yeonsung mengeluarkan ponselnya dari almamater ketika benda persegi itu berdering. Ia membuka pesan yang masuk dengan malas.

‘dimana? Datanglah kemari’. – Yongjoon.

Setelah membaca pesan tersebut, Yeonsung langsung me-nonaktifkan ponselnya. Datang ketempat Yongjoon? Lagi? Entah kenapa Yeonsung jadi ingin menertawakan dirinya sendiri. Demi melindungi dirinya dari pembullyan, ia bahkan merelakan harga dirinya.

Berpikir jika setelah ini mungkin dia akan terbiasa dengan perlakuan Yongjoon dan Minho padanya. Ya. untunglah ia punya setengah botol lagi obat anti depresi. Yang ia dapatkan ketika Seungri mengajaknya ke psikiater.

Oh, ya, berpikir tentang Seungri. Yeonsung belum melihatnya sejak ia mulai kesekolah lagi.

Tapi – yasudahlah, mungkin Seungri sedang pergi ke suatu tempat. Pikir Yeonsung.

“Yeonsung”. panggil bibi penjual makanan ketika melihat Yeonsung berjalan gontai menuju rumahnya.

eo, ahjumma, annyeonghaseyo”. Yeonsung membungkuk memberi salam pada bibi yang sudah sering memberinya makanan, jika melihatnya pulang sekolah larut malam.

“ey, kulihat didepan rumahmu ada seorang lelaki. Sepertinya dia menunggumu”.

Lelaki?

Yeonsung memutar matanya, berpikir siapakah lelaki itu? “tapi aku tidak merasa ada janji dengan seseorang”. Gumam Yeonsung.

aigoo ~ seandainya Chaebong ku seperti dirimu, aku bahkan tidak yakin dia pernah mengenal lelaki”. Ujar bibi itu.

Setelah bercakap dengan bibi, Yeonsung segera pulang kerumahnya. Langkahnya lebih cepat dari sebelumnya. Ia penasaran siapa yang menunggunya dirumah. Dari kejauhan Yeonsung dapat melihat. Seorang pria berjaket kulit, menyandarkan bokongnya di motor yang terparkir.

Yeonsung tertangkap basah. Ia tak dapat berbalik dan mengelak. Karena Yongjoon melihatnya.

Kurir restoran cepat saji mengeluarkan semua pesanan dari dalam keranjang. Lalu pergi setelah menerima uang. Jihoon mengangkat 4 mangkuk jajangmyeon yang mereka pesan ke meja tengah.

“jadi kau percaya begitu saja?”. Youngmin mulai sewot menanggapi Luhan. Sambil tangannya membuka plastic jajangmyeon lalu menyumpit mie nya dengan santai.

“mau bagaimana lagi? Yeonsung sendiri mengakui itu, kok”. Jawab Luhan.

Sementara teman-temannya mengobrol, Jihoon menghidangkan makanan yang mereka pesan diatas meja. Ia juga menyuguhkan minuman soda disana. Sebagai tuan rumah malam ini, Jihoon nampak sedikit kerepotan.

“gila”. Gumam Minseok. Karena hal seperti ini sudah sering terjadi, maka ia tak ingin banyak bicara lagi.

“menurutku ini sedikit aneh”. Sahut Jihoon. “mungkin telah terjadi sesuatu yang kita tidak tahu”. Lanjutnya.

‘Luhan, Yeonsung mungkin dalam bahaya’. – Hanabi

Kening Luhan mengkerut ketika lagi-lagi ia menerima pesan dari akun Hanabi. Pesan kali ini berbeda dari yang sebelumnya ia terima. Luhan sampai dibuat bingung. Pesan yang pertama kali ia terima, Hanabi seolah tidak tahu keberadaan Yeonsung, dan sekarang sebaliknya.

“kenapa, Lu?”. Tanya Minseok menyadari jika Luhan sedang memikirkan sesuatu setelah melihat ponselnya barusan.

“Hanabi”. Jawab Luhan singkat.

“kau dikirim pesan lagi?”. Kini Youngmin yang bertanya.

Luhan mengangguk pelan. “kupikir ini adalah Yeonsung”.

“jangan menduga sembarangan, kau tidak punya bukti”. Celetuk Jihoon. Meskipun ucapannya terdengar menyebalkan, tapi Luhan mengikuti perkataan Jihoon untuk tidak sembarangan menduga.

Yeonsung duduk dalam kegelisahan diatas tempat tidur. Tangannya saling menggenggam dengan gemetar. Mulutnya terus mengutuk dirinya sendiri. Ia kembali berakhir ditempat ini. Apartemen Yongjoon. Tak ada lain disini, Yongjoon tinggal sendirian. Biasanya ia akan mengajak beberapa temannya dari sekolah lain kesini.

Pintu kamar mandi terbuka, Yongjoon keluar dari dalam sana. Ia tersenyum miring melihat Yeonsung masih duduk ditempatnya seperti sebuah mannequin.

“kau tidak mengambil minuman?”. Tanya Yongjoon sedikit berteriak sambil memilih baju dari dalam walk in closet.

“t-tidak”. Jawab Yeonsung. ia terkejut sampai tergagap menjawab Yongjoon.

Tak ada pembicaraan lagi setelah itu, sampai Yongjoon keluar dari walk in closet nya. Ditangannya membawa baju. “kau tidak akan pulang, kan? Tidak mungkin juga tidur dengan seragam sekolah”. Yongjoon melempar begitu saja baju yang ia bawa.

“tapi aku ingin tidur dirumah”. Ujar Yeonsung pelan. Ia meremas baju yang Yongjoon berikan. Takut.

“kau pikir punya pilihan?”. Yongjoon terkekeh geli, ia bergerak mengambil remot dan menyalakan televisi. “sudahlah, aku juga tak akan melakukan apa-apa padamu. Hanya ingin ditemani”.

Yongjoon membungkuk, kedua tangannya ia letakkan di lutut. Menghadap pada Yeonsung. mata gadis itu selalu membuatnya terpesona. “apa kau menyukaiku?”. Tanya Yeonsung.

Seperti yang pernah Seungri duga, jika gadis ini sering mengatakan apa yang seharusnya hanya ada dibenaknya. Begitu juga pertanyaan barusan. Sebenarnya Yeonsung hanya terpikir soal pertanyaan bodoh tersebut, tapi mulutnya malah berbicara.

“tidak”.

Yeonsung menundukkan kepalanya. Seperti seseorang yang sedang kecewa. Yongjoon tertawa pelan, lalu ia duduk disebelah Yeonsung – menonton acara yang sedang tayang.

“kau kecewa karena aku tidak menyukaimu?”.

“sekedar memberitahumu, aku bahkan tidak pernah berharap kau menyukaiku”.

Yongjoon berdecak sebal, dengan keras ia membalikkan tubuh Yeonsung agar menghadap padanya. Perlahan Yongjoon menarik dasi dari kerah baju Yeonsung. dua kancing teratas kemeja sekolahnya pun dibuka. “terkadang kata-katamu membuatku sedikit eerr bergairah”.

“bajingan sepertimu membuatku muak”. Desis Yeonsung.

Jemari Yongjoon mengusap rambut Yeonsung dengan pelan. Ia tersenyum remeh pada gadis itu. “ya ~ ada apa denganmu? Kau benar-benar ingin aku bergairah, ya?”.

Dengan kasar Yeonsung menepis tangan Yongjoon darinya. Matanya bergetar menatap Yongjoon.

“cih…”. Decak Yongjoon. Dengan tangannya yang tadi ditepis oleh Yeonsung, ia menangkup rahang gadis itu. “sepertinya kau memang tidak suka dengan cara baik-baik”.

Dengan mudahnya tubuh Yeonsung dibanting hingga terbaring diatas tempat tidur. Yongjoon mencekiknya meskipun tidak terlalu kuat. Yeonsung menggenggam pergelangan tangan Yongjoon agar dilepaskan dari cekikan itu. “kau lebih suka diperkosa, huh? Ya, memang sejak awal kau hanya korban pelecehan!”.

Yeonsung berdiri didekat pagar pembatas diatap sekolah. Sendirian. Menatap kosong kearah depan. Sesekali ia melirik kebawah. Berpikir jika saja waktu itu ia jadi melompat dari sini, mungkin sekarang ia tidak akan lebih menderita.

“ya ~ ingin bunuh diri lagi?”. Suara yang sudah akrab dengan telinga Yeonsung terdengar dari belakangnya. Yeonsung tidak menoleh, ia sudah tahu jika orang itu adalah Seungri. “aigoo ~ lama tidak berjumpa”. Sapa Seungri yang kini sudah berdiri disebelah Yeonsung.

sunbae”.

ne?”.

“kenapa kau baik padaku? Apa kau ingin sesuatu?”.

Seungri menatap heran pada Yeonsung. bagaimana ia harus menjelaskannya? Jika Seungri mengatakan yang sebenarnya, mungkin Yeonsung tak akan mau lagi bertemu dengannya. Yah ~ meskipun Seungri tahu Yeonsung bukan gadis yang seperti itu. Ia hanya memperkecil kemungkinan buruk yang akan terjadi.

“karna kau gadis yang baik”.

“aku tidak baik lagi sekarang”.

“Yeon’ah, apa terjadi sesuatu?”.

Yeonsung diam saja. Bibirnya bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun tak kunjung terdengar suara dari mulutnya. Kemudian Yeonsung menoleh pada Seungri yang berdiri disampingnya. “ada apa dengan wajahmu?”.

Pertanyaan polos seorang gadis yang menobatkan dirinya sebagai gadis terbodoh. Berhasil membuat Seungri bingung. “ah, ini? biasalah, anak lelaki”. Seungri menjawab dengan enteng.

Tangan Yeonsung terulur menyentuh bagian wajah Seungri yang memar. “apa sakit?”.

“um, tidak, sih”.

“benarkah? aku pernah mendapat luka memar seperti ini, mengapa rasanya sangat sakit, ya?”.

Seungri menghela napas. Ia tersenyum hangat pada Yeonsung. terkadang ia tidak menyangka jika gadis seperti Yeonsung benar-benar ada dan hidup. Seungri merasa kasihan. Sungguh! Ia benar-benar iba dengan gadis ini.

Jika saja. Ia tidak menjadi korban pemerkosaan dan ketidakadilan. Pastilah sekarang ia menjalani masa SMA yang indah. Dengan prestasi akademiknya, dengan kemampuan non-akademiknya, dengan segala yang ia miliki. Tapi sayang, ia medapat kesialan.

“kau pikir luka mana yang tidak terasa sakit, Park Yeonsung?”. Tanya Seungri seraya tersenyum. Bahkan mengetahui ketidakberdayaannya untuk membantu Yeonsung membuat Seungri merasa sakit.

“apa!? kau ingin memutuskan pertemanan? Cih!”. Seru Euina dengan sinis. Tangannya terlipat dibawah dada, menatap dengan sombong pada Yeonsung.

Dengan segenap keberaniannya, Yeonsung menemui Euina digedung lama sekolah. Berkata jika ia tak ingin lagi berteman dengan Euina dan kelompoknya. Tidak peduli jika ia harus mengalami pembullyan lagi.

ne, sunbae”.

Euina menghela napas sambil mengangguk pelan. “baiklah, kau tidak usah berteman lagi dengan kami”.

ne, sunbae, gomawo”.

Euina mengeluarkan ponselnya dari almamater. Membuka ponsel itu sambil tertawa geli. “tapii, beri aku 5000 dollar dulu”. Pinta Euina.

Sontak Yeonsung mengangkat kepalanya. 5000 dollar? Yang benar saja! “kau tidak mengatakan jika aku tidak mau berteman denganmu maka aku harus membayar uang”. Protes Yeonsung.

“uang itu bukan untuk pemutusan pertemanan kita. Tapi untuk video ini”. ujar Euina sambil menunjukkan ponselnya.

Mata Yeonsung membelalak. Napasnya tercekat dileher. Bahkan jantungnya memacu dengan cepat. Ia ingin meriaki Euina, tapi suaranya tak bisa keluar karena napasnya yang tidak teratur.

“ya ~ wajahmu benar-benar jelas dalam video ini. bagaimana jika kusebarkan, ya? Park Yeonsung, gadis kelas 1 SMA yang menikmati sex. Astaga! Kau akan terkenal”. Ujar Euina sambil tertawa mengejek.

andwae

“kau tidak ingin video ini tersebar, kan? Kalau begitu tebus videonya sebesar 5000 dollar lalu akan ku hapus video ini”. Euina mendekatkan tubuhnya pada Yeonsung. “aku memberimu waktu 20 hari untuk melunasinya”. Bisik Euina.

Euina menepuk-nepuk pundak Yeonsung seolah memberi semangat untuk mencari uang tebusan. Setelah itu ia pun berjalan melewati Yeonsung. meninggalkan gadis itu sendirian disana. Tubuh Yeonsung bergetar hebat. Napasnya sampai terdengar karena sangat sulit untuk udara masuk ke dalam paru-parunya.

Tak mungkin ia bisa melunasi uang tebusan.

Ia hancur sekarang.

Sesuatu yang lebih buruk dari yang ia duga, akhirnya terjadi. Yeonsung menyesali banyak hal kini.

“ingin kubantu mendapatkan uangnya?”. Minho muncul dari balik susunan meja dan kursi. Pria itu tersenyum penuh arti pada Yeonsung.

TBC

Ini chapter diupdate lebih cepat karena besok mati lampu seharian, karena jumat kuota habis, karena jumat kuliah dah masuk. Karena chapter 7 sudah selesai diketik.. itu aja, ok, tq

4 thoughts on “FanFict “Iaokim” #7

Tinggalkan komentar