“Elysian” #1


Elysian copy

Tittle                : Elysian

Author             : Arni Kyo

Main cast         :

  • Luhan
  • Park Yeonsung

Other               :

  • Find yourself

Genre              : Romance, Fantasy, Tragedy, Angst.

Rating             : NC

~~~

Konichiwa minatachi *0*)/ hisasiburi ne >0<)

[Author note yang wajib dibaca]

Oke, cerita sedikit mengenai FF ini. Jadi ini sebenernya FF Lomba yang menang juara 1 (pamer) dibase rp twitter. Tepatnya akhir tahun lalu, um tanggal 10 Januari kalau tidak salah pengumumannya xD

Nah, jadi FF ini pernah mau dijadiin Webtoon sama salah seorang seniman. Cuma yaaaa sepertinya tidak jadi. Makanya Kyo putuskan untuk membuat serialisasi/? Ato lebih diperpanjang dari cerita asli pas ikut serta di lomba dan dishare saja buat dibaca sama readers >0<)~

Judulnya tetap sama, cuma beda cast aja. Original storynya diperankan oleh Bang Minah dan Park Chanyeol. Trus FF ini terinspirasi dari Ost Tokyo Ghoul √A – Glassy Sky dan beberapa anime. Hehehe. Terakhir, faceclaim Yeonsung itu random ya jadi tergantung FF nya.

Sekian cerita singkat/? Dari FF ini, silahkan membaca ‘3’)/

~oOo~

Prologue – Chapter I

Banyak hal mengerikan yang tak pernah terbayangkan dari dahsyatnya perang nuklir. Suara jeritan, dentingan pedang yang beradu, dan suara mengerikan lainnya berbaur. Hanya demi kemenangan, kekuasaan atas wilayah dan demi kehidupan yang terasa sangat mahal pada masa itu. Mereka ingin menjadi dewa. Menguasai dan memerintah diatas segala yang ada dibumi.

Didalam dunia yang hancur, bahkan tak ada manusia tidak bersikap seperti layaknya manusia lagi. Mereka mengambil pedang dan mencoba untuk menguasai satu sama lain, mulai membantai satu sama lain. Memperebutkan wilayah untuk mereka tinggali.

Winter, 2190

Hahoe City, Andong, Gyeongsangbuk-do, South Korean

Sore itu. Kala salju mulai berguguran dari langit gelap. Namun belum sempat menyentuh tanah, butiran salju tersebut sudah mencair terkena panasnya api yang membakar wilayah itu. Pasukan Arnwolf berhasil meluluh-lantahkan wilayah Hahoe.

“bawa pemimpinnya kemari, dan biarkan aku sendiri yang memenggal kepalanya”. Titah Wu Yifan, pemimpin pasukan Arnwolf.

Di hadapannya, berlutut beberapa puluh orang yang terbilang kuat di Hahoe, karena berhasil bertahan sampai mereka benar-benar kehabisan tenaga dan takluk saat ini.

Dengan gelagat sombong dan berkuasanya, ia berdiri ditengah ratusan mayat yang bergelimpangan ditanah Hahoe. Tanah Hahoe adalah salah satu wilayah yang diperebutkan karena disini bukan titik utama serangan nuklir. Dan masih memiliki alam yang dihuni hewan yang layak dimakan seperti rusa dan kelinci hutan. Selain itu warga juga memanfaatkan lahan sebagai pertanian dan kebun.

Tak menunggu lama, pimpinan Hahoe diseret oleh dua orang prajurit dari dalam barisan. Lalu dilemparkan hingga berlutut dihadapan Wu Yifan.

“kalian sudah kalah. Jadi wilayah ini milik kami sekarang”.

“walaupun kami semua mati, tapi kami tidak akan pernah sudi membiarkan makhluk laknat seperti kalian menempati tanah kami”. Jawab pimpinan Hahoe, Tuan Park Mingjae.

Sliiing…

Bilah pedang terdengar lalu mengayun mengarah pada tengkuk Tuan Park. Siap memenggal. Wu Yifan mengangkat tangannya, menginterupsi agar prajuritnya tidak bertindak buru-buru.

“kau ini keras kepala sekali. Kenapa sangat ingin bertahan disini sementara wargamu sudah 80% mati?”. Ujar Wu Yifan yang terdengar meremehkan, diiringi oleh seringaian khasnya.

Disaat yang bersamaan, seorang gadis cantik dengan gaun dan jubah berwarna merah maroon, berjalan keluar dari arah hutan. Tangannya menjinjing seekor kelinci hasil buruannya. Kelinci itu terlepas dari tangannya, jatuh dan berlari kembali kedalam hutan saat Yeonsung menyadari pemandangan didepannya.

“jadi kau memilih mati daripada kami mengirimmu ke pulau Jeju?”. Suara lantang itu seolah mengancam. Pulau Jeju adalah wilayah markas utama Arnwolf. Sudah pasti mereka akan dijadikan budak jika dikirim ke Jeju.

“kami akan tetap berada disini!”. jawab Tuan Park mantap.

“ayah…”. lirih Yeonsung –gadis cantik itu. Kakinya seperti dirantai dengan bola besi menggantung disana. “ayah… AYAH!!!”. Jeritnya tiba-tiba. Dengan bersusah payah ia berlari mendekati kerumunan orang yang tengah menghakimi ayahnya.

Semua orang yang berada disana menoleh kearah Yeonsung, dengan wajah heran dan bertanya-tanya.

“Yeonsung! Lari, nak! Lari sejauh mungkin! Jangan mendekat kemari”. Pekik Tuan Park. Tak diindahkan oleh Yeonsung yang semakin berlari mendekat.

“tangkap gadis itu!”. Titah Wu Yifan. Prajurit yang berada tak jauh dari sana pun berlari kearah Yeonsung untuk melakukan perintah Wu Yifan. “cih. Ternyata kau masih punya anak”.

Tuan Park berdiri, hendak menyerang Wu Yifan. Percuma. Belum sempat melangkah, beberapa pedang tajam mengarah padanya. “jangan menyakitinya!”.

Sementara Yeonsung sudah ditangkap dan dibawa mendekat pada Wu Yifan. Ia tidak tahu jika Hahoe akan diserang oleh kelompok Arnwolf. Maka siang tadi ia bermain di hutan dan berburu hewan untuk makan malam sebelum salju turun semakin lebat.

Brukk.

Yeonsung dijatuhkan tersungkur begitu saja didepan kaki Wu Yifan. “Ayah”. Panggil Yeonsung. Wu Yifan mengangkat dagu Yeonsung dengan ujung pedang miliknya.

“dia cantik. Beruntung sekali karena dia sendiri yang menyerahkan diri. Bagaimana jika kujadikan dia istriku?”. Wu Yifan melirik pada Tuan Park.

“kirim kami ke Jeju dan ambilah tanah ini”. Ujar Tuan Park akhirnya. Tentu saja, tak rela jika Yeonsung dijadikan salah satu dari sekian banyak gadis penghibur untuk pasukan iblis ini.

Wu Yifan tertawa nista. Ia menggerakkan jari telunjuknya atas ke bawah. “berlututlah”. Suruhnya.

Yeonsung menatap ayahnya. Sungguh! Miris sekali. Ayahnya adalah pria yang kuat. Pria yang bijaksana hingga ia dipilih menjadi pimpinan kota kecil ini. Lalu – sekarang yang Yeonsung lihat hanyalah wajah menyerah ayahnya.

Tuan Park berlutut kembali. Tak ada hal lain yang mereka inginkan sekarang. Hanyalah kebebasan. Mengalah demi tetap bertahan hidup. “bersujud”. Titah Wu Yifan lagi. Tuan Park menatap dengan kilatan marah. “tunggu apa lagi? Ayo bersujud!”.

“ayah”. Lirih Yeonsung. Tangannya mengepal. Tak terima ayahnya diperlakukan seperti ini.

Tapi – tak ada penolakan. Tuan Park bersujud. Berhasil mengundang tawa kemenangan dari Wu Yifan. “baiklah, kuberi waktu untuk pergi ke Jeju”. Wu Yifan berbalik, memberi tanda pada prajuritnya agar mengikutinya.

Beberapa langkah Wu Yifan pergi. Yeonsung merayap menghampiri ayahnya. Memeluk tubuh ringkih itu sejenak. “ayah, kenapa – kenapa ini bisa terjadi?”. Tanyanya tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

“mereka tiba-tiba saja datang dan menyerang. Banyak warga yang tidak siap untuk melawan mereka. Maafkan ayah Yeonsung”.

“tidak perlu meminta maaf. Aku bersyukur ayah masih hidup”. Yeonsung menunduk, enggan menunjukkan tangisannya dihadapan sang ayah.

Sliing sliing.. slaatt!

“aakkh!”. Ringisan itu terdengar memilukan. Takut-takut Yeonsung mengangkat kepalanya. Tubuh ayahnya terhuyung kedepan. Yeonsung segera menangkap tubuh itu. “Yeon-ah… maafkan… ayah”.

“tidak… tidak!!!”. Yeonsung memekik histeris. Ayahnya tewas. Mendapat serangan dari belakang oleh pria bertubuh tinggi, sorot mata yang tajam dan sebuah Tatto the kill dileher kirinya. Yeonsung menatap mata itu berlama-lama.

Pria berkulit pucat dengan mata coklat terang dan tatapan dingin berbalik menatapnya. Tampan. Baiklah – lupakan, Yeonsung. Dia adalah orang yang membunuh ayahmu. Tak lama setelah itu, warga Hahoe yang tersisa juga ikut dihabisi nyawanya oleh prajurit Arnwolf. Yeonsung gemetar. Literan darah segar mengalir ketanah.

“bajingan!”. Desis Yeonsung. Ia mendongak, menatap sosok tinggi yang telah menghabisi nyawa ayahnya. “kalian monster, biadab!”. Pekik Yeonsung lantas berdiri seraya menarik pedang milik ayahnya.

Yeonsung melayangkan pedang tersebut pada Luhan. Ya, prajurit Arnwolf yang menghabisi nyawa ayahnya itu. Luhan hanya diam. Kehilangan fokusnya melihat emosi Yeonsung yang memuncak.

Sliiing.

“bodoh”. Sebuah pedang menangkis serangan Yeonsung sebelum membelah kepala Luhan. Orang itu adalah Wu Yifan. Yeonsung terhuyung kebelakang. Jika saja ia tidak dalam keadaan kalap dan trauma, ia bisa saja bertahan dan tidak terlihat lemah seperti ini.

“hyahh!”. Yeonsung kembali melayangkan pedangnya. Kali ini kedua bilah pedang beradu. Luhan, pria itu hanya melongo melihat pertarungan Wu Yifan dan Yeonsung. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

Bruukk. Yeonsung tersungkur terkena serangan Wu Yifan. Tangan kasar pria itu mencengkram rahang Yeonsung.

“sebenarnya aku sangat berminat padamu. Tetapi kau terlalu garang”. Desis Wu Yifan. Dengan kasar ia menghempaskan tubuh lemah Yeonsung. Lalu menancapkan pedang Yeonsung keperut gadis itu sendiri. “kau – besok malam temui aku”. Wu Yifan menunjuk Luhan.

Luhan mengangguk mengiyakan.

Wu Yifan kembali berjalan. Kali ini ia benar-benar menaiki mobil untuk membawanya pergi. Luhan mengalihkan pandangannya pada seonggok daging yang ia harap masih bernyawa itu –Yeonsung.

Yeonsung sudah kelihangan separuh kesadarannya. Tubuhnya mati rasa karena dingin yang begitu menusuk tulang. Nyeri dibeberapa bagian tubuh akibat luka dari goresan pedang Wu Yifan tadi. Dan nyeri yang berpusat diperutnya. “Uukh –“. Ringisnya meratapi kepergian pasukan Arnwolf.

Butiran salju turun semakin banyak. Jatuh mengenai wajah putihnya yang sudah sangat pucat. Mencair bersamaan dengan air mata yang keluar dari pelupuk matanya.

biarkan aku hidup – setidaknya hingga aku bisa membalaskan kematian ayahku. Aku tidak ingin membusuk disini”.

~oOo~

Malam tiba saat Luhan kembali kegedung tinggal yang ia klaim sebagai rumahnya itu. Kedua tangannya membopong tubuh mungil seorang gadis yang terluka – Yeonsung. Pelan-pelan ia meletakkan tubuh yang sudah setengah hidup itu kelantai. Memotong kancing gaun yang masih melekat ditubuh si gadis dengan belati miliknya. Lalu melepas gaun yang sudah rusak itu.

Hanya dengan mengandalkan cahaya dari lampu kecil, Luhan menggunakan keahliannya untuk menjahit luka diperut Yeonsung. Berharap luka dari tusukan pedang itu tidak mengenai organ vital didalam perut Yeonsung. Ya, sepertinya tidak karena buktinya Yeonsung berhasil bertahan. Mungkin karena keajaiban atau semacamnya, Luhan tidak ingin memikirkan hal seperti itu.

“bunga…”. Gumam Luhan saat memperhatikan ukiran wajah Yeonsung.

Tak ingin si bunga mati kedinginan dilantai, segera Luhan memindahkan Yeonsung ke shofa dan menyelimutinya dengan satu-satunya selimut tebal yang ia miliki. Untuk saat ini ia belum bisa menemukan alasan kenapa ia sampai memungut dan membawa Yeonsung pulang.

Selagi menimang matanya agar tertidur, Luhan melirik wajah pucat nan indah itu. Beberapa kali ia menghela napas. Sekarang sudah terlambat untuk membuang gadis itu lagi, meskipun aka nada hal buruk yang terjadi padanya jika sampai ada yang mengetahui perbuatannya ini.

~oOo~

Tatto the kill itu terukir dibagian leher kiri pria tinggi bernama Luhan itu. Diruangan ini, ia duduk di depan perapian, sambil memainkan sebuah pisau belati kecil dengan ukiran pada sarung belati tersebut. Terbaring tak jauh darinya, tubuh Yeonsung yang ia pungut beberapa hari yang lalu.

Yeonsung tersadar. Perlahan ia membuka matanya. Kepalanya pening dan kakinya nyeri sekali. Tetapi, hey, apa ini? Sebuah selimut tebal menyelimuti dirinya? Dimana ia saat ini?

“uh –“. Yeonsung bangkit, duduk.

Luhan menoleh. “kau sudah bangun?”. Ujar Luhan lalu berjalan mendekati Yeonsung.

“ja-jangan mendekat”. Seru Yeonsung dengan sorot mata ketakutan. Gerakan Yeonsung terhenti saat menyadari sakit diperutnya, rupanya luka itu belum sepenuhnya sembuh.

Luhan berjalan menuju sebuah meja kecil. Menuang air ke dalam gelas almunium. “minum ini”.

“aku tidak butuh”. Tolak Yeonsung acuh, mengalihkan pandangannya dengan guratan takut itu.

Luhan menarik kasar tangan Yeonsung, meletakkan air minum itu ketangan Yeonsung. “aku berbaik hati membawamu kesini, merawat dan menjaga mu. Tidak tahu terima kasih!”. Bentak Luhan.

Praang…

Yeonsung melempar gelas berisi air tersebut. “aku tidak sudi meminum ataupun memakan apapun yang kau berikan. Pembunuh!”. Yeonsung balas berteriak.

“sialan!”.

Plakk!

Luhan melayangkan sebuah tamparan pada Yeonsung. Cukup – ah, tidak, tapi sangat keras. Hingga tubuh Yeonsung terhempas kesamping dan bibirnya membentur sandaran shofa tempatnya terbaring.

Lalu, detik berikutnya…

Luhan duduk disebelah tubuh Yeonsung. Menarik lengan gadis itu. Memastikan Yeonsung baik-baik saja setelah tamparan sadis yang ia lakukan. Bibir Yeonsung terluka dan berdarah. “aku – tidak ingin kau terluka”.

Ucapan dari mulut Luhan yang berhasil membuat Yeonsung mematung. Tak mengerti apa yang sebenarnya pria ini pikirkan. Luhan mendekatkan tubuhnya. Mengecup bibir Yeonsung. Tangannya merambat mengusap paha Yeonsung. Kemudian menghisap pelan darah yang keluar dari luka dibibir mungil Yeonsung.

Rasanya sama saja seperti darah manusia lainnya. Tapi, Luhan merasakan sensasi yang berbeda saat mengesap sedikit darah dari Yeonsung. Ia pernah merasakan ini, seperti sesuatu merasuki tenggorokannya perlahan merambat melalui pembuluh darahnya.

“aku akan keluar untuk mencari makan malam”. Ujar Luhan sesaat setelah melepas kecupannya. Yeonsung tetap acuh padanya. Luhan berdiri, mengambil jubah dan tak lupa menenteng belati yang ia pegang tadi. “kau – keluarlah dari tempat ini jika ingin kepala dan tubuhmu terpisah”. Peringat Luhan sebelum benar-benar pergi.

Brakk!

Suara pintu tertutup menandakan Luhan sudah keluar dari tempat ini. Yeonsung menyingkap selimutnya. Bagus sekali, pakaiannya telah berganti dengan pakaian yang ia yakin bukan miliknya. Yeonsung menghela napas berat. Jadi monster itu sudah melihat tubuhku? Sialan. Yeonsung mengumpat dalam hati nya.

Setelah berhasil meredakan nyeri hebat pada kakinya yang terluka, Yeonsung berlari tertatih kearah pintu. Mengabaikan ucapan Luhan tentang pisahnya kepala dan tubuhnya jika ia keluar dari sini. Persetan dengan ucapan pembunuh itu.

ceklek… ceklekk…

“uh? Terkunci? Sialan!”. Yeonsung berbalik membelakangi pintu. Dipikirnya jika pintu itu tidak terkunci makanya Luhan berkata seperti tadi. Kini bahunya terasa sangat berat. Ia kelaparan.

Bruukk..

Yeonsung terjatuh tepat didepan jendela yang gordennya terbuka sedikit. Putih. Salju turun sangat lebat diluar sana. Perlahan mata Yeonsung mengecil. Tak kuat menahan ngilu di perutnya yang sudah meradang minta diberi makanan.

Dibadai salju yang selebat ini – mungkinkah monster itu bisa mendapat makanan? Bagaimana jika ia tidak kembali? Lalu aku akan mati karena kelaparan ditempat ini? Ayah – Yeonsung pingsan.

~oOo~

Luhan – salah satu dari monster pembunuh yang merebut kota ini dengan cara yang keji. Mereka manusia, tapi tidak pernah bersikap seperti manusia. Sedari kecil mereka dilatih untuk menjadi monster kejam – mesin pembunuh. Namun – sepertinya sekarang Luhan telah berubah. Menaruh belas kasihan pada gadis bernama Yeonsung.

Luhan sangat jarang berbicara. Hari ini, adalah minggu kedua Yeonsung tinggal bersamanya. Didalam bangunan yang sepertinya adalah perpustakaan dari rumah mewah dikota ini. Terdapat rak buku yang tersusun deretan buku-buku tebal. Tepat didepan rak tersebut ada 2 jendela yang selalu tertutup gorden.

Sebuah shofa santai yang menjadi tempat tidur Yeonsung. Sementara itu Luhan tidur dishofa untuk membaca buku yang terletak didekat rak buku. Lalu, meja kecil yang diatasnya terdapat 2 buah piring, gelas almunium dan termos air berukuran sedang. Disebelah meja itu adalah kamar mandi kecil.

Malam itu – Luhan dan Yeonsung tengah menikmati hasil buruan Luhan. Mereka berdua duduk diatas ambal tebal didepan perapian. Makan dengan hikmat dan hening tanpa mengobrol – ya, seperti biasanya.

“apa yang kau lihat?”. Tanya Luhan tanpa menoleh pada Yeonsung, menyadari jika gadis itu menatapnya sedari tadi.

Yeonsung telah menyelesaikan acara makan malam nya lebih dulu. “kau makan dengan baik, jadi kau benar-benar manusia?”. Ujar Yeonsung blak-blakan.

Pluk.

Luhan melempar daging kelinci panggang yang ia pegang tadi. Mengelap tangannya dengan kain kecil yang ia sediakan. Lalu menatap Yeonsung tajam. Manik matanya terpantul oleh cahaya api dari perapian.

“jadi menurutmu aku ini apa? Robot? Siluman?”.

“uh? Bisa saja kau ini vampire. Seperti cerita lama itu”.

Sreet.

Dengan gerakan cepat, Luhan mendekatkan tubuhnya kearah Yeonsung. Yeonsung yang tidak siap dengan gerakan mendadak itu, lantas berbaring kelantai karena terkejut. Mereka berada dijarak yang sangat sempit.

Mendapatkan ciuman dari Luhan bukan hal yang asing bagi Yeonsung. Pria itu selalu memberikan ciuman dikening dan bibir Yeonsung, saat ia akan pergi keluar ataupun pulang. Yeonsung tidak protes. Ia sudah terlanjur menyukai ciuman pria itu.

“biar kutunjukkan padamu, seperti apa vampire yang kau katakan itu”.

Luhan mengecup bibir Yeonsung sekilas. Lalu beralih pada leher gadis itu. Mengecup dan menggigit kecil leher Yeonsung. “uhh..”. lenguhan itu lolos begitu saja dari mulut Yeonsung.

Yeonsung tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Ia hanya merasa jika ia harus menikmati perlakuan Luhan padanya. Ciuman pada leher? Oh Tuhan! Yeonsung belum pernah melakukan itu. Bahkan ciuman pertamanya pun ia lakukan dengan sahabatnya, Kim Junmyeon.

Luhan semakin penasaran untuk menelusuri lekuk leher Yeonsung dengan bibirnya. Ciuman itu mulai bergerak kesetiap sudut yang ia lewati. Hingga bibirnya tiba dibagian empuk nan putih. Dada Yeonsung. Luhan menghisap bagian itu dengan kuat.

“aakh”.

“apa ini sakit?”. Luhan mendongak saat mendengar Yeonsung menjerit pelan.

Yeonsung segera menggeleng. Ia juga tidak mengerti bagaimana ia bisa mengeluarkan suara seperti itu. “Lu –“.

“tidurlah”. Suruh Luhan lantas bangkit dari atas tubuh Yeonsung. Ia pun melanjutkan memakan daging panggang yang tersisa. Sedikit makanan sangat berharga, apalagi dimusim dingin seperti ini. Susah untuk berburu.

Malam saat Yeonsung pingsan karena kelaparan. Membuat Luhan panik bukan kepalang. Sejak saat itu ia berusaha keras agar selalu mendapatkan hewan buruan untuk dibawa pulang. Luhan mungkin bisa bertahan 3 hari tanpa makan dan hanya minum air salju. Tapi – tidak untuk Yeonsung.

“tidurlah bersamaku”. Takut-takut Yeonsung memegang lengan Luhan.

“kau tidak takut aku membunuhmu?”. Tanya Luhan. Tentu Luhan ingat saat ia menemukan Yeonsung terjaga sepanjang malam karena takut dibunuh saat sedang tertidur.

“kau – menyelamatkan aku, tidak mungkin kau akan membunuhku begitu saja. Benar kan?”.

“seharusnya, hari itu aku meninggalkanmu diantara tumpukan mayat yang akan dibakar. Bodohnya, aku malah berbalik dan mencari tubuhmu diantara mayat-mayat itu. Entah mengapa, aku merasa sangat senang saat menemukanmu. Masih bernapas dan belum terbakar”. Jelas Luhan sembari membereskan bekas makan mereka.

“kau manusia. Sama sepertiku. Aku yakin kau orang yang baik”. Yeonsung menatap Luhan. Tersenyum simpul pada pria itu. Demi apapun, Luhan membalas senyuman itu. “ini pertama kalinya aku mendengarmu berbicara panjang lebar dan – melihatmu tersenyum”.

Hening beberapa saat. Luhan bergerak mengambil sebuah baskom dan kain kompres. Mengisi baskom tersebut dengan air hangat. Sementara Yeonsung hanya duduk bersimpuh memperhatikan tiap gerakkan Luhan.

“biar kulihat –“. Tangan Luhan hendak meraih pinggang Yeonsung, terhenti saat gadis itu mendadak menjauh. Kening Luhan berkerut. Heran. Apakah Yeonsung kembali merasa takut padanya?

“lukaku, sudah tidak apa-apa. Sungguh”. Ucap Yeonsung seakan mengerti guratan Luhan.

Luhan menghela napas. “baiklah, kalau begitu tidurlah”. Ucapnya kemudian berbaring lantai, memunggungi Yeonsung. Merasa tak enak karena penolakkan yang ia lakukan, Yeonsung pun berbaring dibelakang Luhan.

“pasti dingin jika tidur sendirian”.

~oOo~

Markas Arnwolf.

Luhan berjalan gagah melewati barisan obor dilorong panjang ini. Malam ini, mereka akan mengadakan pertemuan dengan Tuan mereka. Tuan Seunghyun. Luhan yakin ia sudah terlambat datang. Karena ia harus mengurus Yeonsung terlebih dahulu baru bisa pergi keluar dengan perasaan tenang. Mengurus dalam arti meninggalkan sepotong daging untuk dimakan. Ia tidak ingin kembali kerumah dengan pemandangan yang sama, seperti saat pertama Yeonsung sadar.

Pintu besar itu terbuka. Semua yang hadir menoleh pada sosok yang baru saja tiba. Dengan santai, Luhan memasuki ruangan dengan meja besar yang dipinggirannya duduk dengan rapi prajurit andalan Arnwolf.

“semuanya sudah hadir disini”. ujar Tuan Seunghyun sambil memakan hidangan makan malamnya. “apakah diantara kalian tidak menemukan gadis itu?”.

Para prajurit saling menoleh mendengar pertanyaan tersebut. Tidak terkecuali Luhan. “dikota Hahoe ini terdapat banyak gadis, gadis mana yang anda maksud Tuan?”. Tanya Wu Yifan.

Tuan Seunghyung mengesap wine nya. Rasa asam wine itu meresap disekujur mulutnya. “gadis itu – gadis dengan tanda promise dipunggung sebelah kanannya”. Tuan Seunghyun mengangkat sebuah kertas bergambar tanda promise yang ia maksud.

Luhan mengerutkan keningnya. Tanda promise itu? Yeonsung? Sebisa mungkin Luhan menjaga sikapnya. Jangan sampai gelagat mencurigakannya tercium oleh Tuan Seunghyun yang sangat peka itu.

“siapa sebenarnya gadis dengan tanda promise itu?”. Hyungwoon menanya.

Tuan Seunghyun berdiri. Berjalan kearah jendela besar dibelakang tempat duduknya. Lalu membuka jubah bulu yang ia kenakan. Memamerkan luka yang cukup parah dibagian punggungnya. Garis biru keunguan menjalar seolah sebuah ukiran disekitar luka tersebut. Efek yang diakibatkan oleh virus kuat dari luar yang meracuni tubuhnya.

“aku mendapatkan luka ini saat berperang untuk merebut wilayah Daegu. Hingga sekarang – setiap malam saat aku berbaring akan tidur, aku tetap merasakan sakit”. Tuan Seunghyun menoleh. “karena itu aku menyerahkan kekuasaanku pada Wu Yifan”.

“lalu, apa yang bisa gadis dengan tanda promise itu lakukan untukmu, Tuan?”. Tanya Wu Yifan penasaran.

“menurut rumor yang beredar. Gadis itu memiliki serum menyembuhkan. Banyak kelompok yang mengincarnya hingga ia dan keluarganya berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghindari kelompok pemberontak yang ingin mengambil keuntungan”. Jelas Tuan Seunghyun.

“jadi, kita bisa memanfaatkannya untuk menyembuhkan siapapun yang terluka?”. Celetuk Baekhyun yang mulai tertarik untuk berburu menemukan gadis itu.

Tuan Seunghyun menyeringai. “lihatlah betapa menguntungkannya jika kita mendapatkan gadis itu. Dan lagi, ia sangat cantik. Tidak rugi menghabiskan malam bercinta dengannya”.

Luhan menggenggam erat pedang miliknya. Telinganya panas mendengar ucapan fulgar dari Tuannya ini. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang.

“jika kalian berhasil mendapatkannya dan membawanya kehadapanku dalam keadaan hidup, maka aku akan memberikan imbalan pada kalian. Tentu saja imbalan yang tidak murah”.

Para prajurit mulai berisik saling bertukar informasi tentang gadis yang dimaksud. Barangkali mereka melihat sosok yang dimaksud. Tuan Seunghyun kembali memakai jubahnya dan pergi meninggalkan ruangan itu.

“apa kalian tidak merasa telah membunuh gadis yang dimaksud oleh Tuan Seunghyun?”. Tanya Wu Yifan dengan suara lantang.

“sepertinya tidak”. Jawab Baekhyun. Ya, seingatnya ia hanya membunuh prajurit Hahoe yang berusaha melawannya.

Selagi mereka saling berbincang, Luhan memikirkan hal lain. Yeonsung dirumah sendirian. Bagaimana jika prajurit khusus Tuan Seunghyun mengetahui keberadaan Yeonsung? Luhan hanya berdoa agar Yeonsung tidak menyalakan api dan membuka gorden.

“Luhan, bagaimana denganmu? Apa kau ingat telah membunuh gadis itu?”. Tanya Wu Yifan kemudian. Ia tidak heran jika Luhan hanya diam, karena pria itu memang jarang berbicara. Luhan menoleh, wajah tanpa ekspresinya. Dibalas dengan senyuman penuh arti oleh Wu Yifan.

“aku –“.

Genggaman Wu Yifan semakin erat dipundak Luhan. Seakan menekan agar pria itu berkata jujur.

TBC

 

Tinggalkan komentar